BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kegiatan studi banding ini secara umum untuk memadukan antara teori yang didapat di bangku sekolah dengan kenyataan yang ada di lapnagn sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang ditemui siswa di alam secara langsung sehingga di dapat data yang autentik oleh siswa itu sendiri.
Untuk mempelajari flora dan fauna baik darat maupun laut yang ada di Taman Nasional Baluran. Taman Nasional Baluran merupakan tempat suaka marga satwa yang keaslian habitatnya masih terjaga dengan baik.
Sebagai tugas akhir mata pelajaran Biologi dan Kimia yang sangat berkaitan satu dengan yang lainnya dalam kehidupan, siswa diharapkan mampu memahami kejadian-kejadian yang terjadi disekitar lingkungannya terutama yang berkaitan dengan Ilmu Biologi dan Kimia sehingga siswa menjadi lebih peka terhadap sekitarnya.
1.2.Permsalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut akan muncul permasalahan sebagai berikut:
1) Apakah baluran itu?
2) Flora dan fauna apa saja yang ada di tempat itu? Baik si darat maupun di laut.
1.3.Tujuan
A. Tujuan Umum
Tujuan umum pelaksanaan studi banding ini yaitu untuk memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman siswa mengenai kegiatan mencari data diluar sekolah secara umum dam meningkatkan keterampilan siswa, selain itu juga untuk melatih siswa agar lebih kritis terhadap perbedaan yang dijumpai dilapangan dengan teori yang diperoleh di bangku sekolah.
B. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelaksanaan kegiatan ini adalah agar para siswa manpu meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan dengan dasar teori yang baik dan meneliti keanekaragaman flora dan fauna yang ada di daratan maupun di laut, serta mencari data mengenai kondisi alam di Baluran.
1.4.Keadaan Umum Taman Nasional Baluran
1.4.1. Sejarah Singkat Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran adalah salah satu dari beberapa taman nasional di Indonesia, yang disediakan pemerintah bagi masyarakat untuk tujuan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, rekreasi dan kepariwisataan.
Taman nasional merupakan unit pelaksanaan tekhnik yang di tetapkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan. Ditetapkan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984 dan Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan 11 Desember 1984, wilayahnya meliputi Kawasan Taman Nasional Baluran, Suaka Margasatwa/ Taman Nasional Alas Purwo dan Cagar Alam/ Taman Wisata Kawah Ijen.
Taman Nasional Baluran sudah tidak asing lagi bagi warga Jawa Timur khususunya dan masyarakat Indonesia umumnya. Taman Nasional ini mempunyai aneka ragam pesona alam. Diumumkan pertama kali sebagai taman nasional pada tahun 1980, bertepatan dengan Hari Strategi Konservasi Dunia. Kawasan seluas 25.000 Ha ini merupakan salah satu taman nasional di Jawa Timur yang mudah dijangkau, karena dilalui Jalan Raya Banyuangi-Surabaya dan dekat dengan penyeberangan Jawa-Bali (Pelabuhan Ketapang). Taman Nasional Baluran luasnya 25.000 Ha, terletak diantar 114’18” - 114’27” Bujur Timur dan 7’45” – 7’ 57” Lintang Selatan. Daerah ini terletak di ujung timur Laut Jawa. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah timur dengan Selat Bali, sebelah selatan dengan Sungai Bajulmati dan disebelah barat dengan Sungai Kelokoran.
Iklimnya bertipe monsoon yang dipengaruhi oleh angin musim timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900-1600 mm/tahun, dengan bulan kering per tahun rata-rata 9 bulan. Antara Bulan Agustus s/d Desember bertiup angin cukup kencang dari arah selatan. Didaerah tengah kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi. Tinggi dinding kawahnya bervariasi antara 900-1247 M dan membatasi kaidera yang cukup luas.
Upaya penunujukan kawasan baluran menjadi suaka margasatwa telah telah dirintis oleh Kebun Raya Bogor sejak Tahun 1928. Rintisan tersebut berdasarkan kepada usulan A.H Ledeboer yang menguasai daerah tersebut yang sebelumnya daerah ini sebagai lokasi pemburuan. Tahun 1937 Kawasan Baluran ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9 tahun1937 (Lembaran Negara No. 544 tahun 1937). Tujuan dijadikannya Kawasan Baluran menjadi Suaka Margasatwa pada waktu itu adalah untuk melindungi berbagai jenis satwa langka dari kepunahan. Pada tahun 1980 bertepatan dengan Hari Pengumuman Strategi Pelestarian Dunia, Suaka Margasatwa Baluran dideklarasikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai Taman Nasional.
1.4.2.
Lokasi dan Tata Letak
KANTOR TAMAN NASIONAL BALURAN
Jl. Jenderal A. Yani 108 telp. (0333) 411119
Banyuangi 68416
Gamb. Lokasi Taman Nasional Baluran
1.4.3. Gambaran Singkat Taman Nasional Baluran
Taman Nasional Baluran berbentuk segi empat dengan gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi terletak di bagian tengah, dinding kawah berketinggian antara 900-1274 M, dibatasi dengan kaldera yang cukup luas, sungai bermata air dari Gunung Baluran pada ketinggian 150 M dari permukaan air laut merupakan sumber air yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Lereng gunung ditumbuhi oleh Hutan Musim jenis vegetasi yang bila di biarkan akan berkembang ke arah satu jenis hutan primer. Kebanyakan daerah yang rendah adalah datar dan sedikit bergelombang kecuali Glengseran, Bekol, Priuk serta daerah pantai yang terjal. Jalan raya Surabaya - Banyuangi memotong dibagian barat Kawasan Taman Nasional Baluran sepanjang 22 Km.
FAUNA
Banteng
Keseimbangan ekosistem di Taman Nasional Baluran sangat erat ketergantungannya dengan berbagai komponen yang ada di dalamnya, baik flora, fauna maupun komponen pendukung lainnya. Keberadaan ekosistem savana atau padang rumput, selain sebagai suatu mozaik yang unik, juga berperan penting bagi komponen kehidupan liar yang ada dalam kawasan, terutama bagi satwa mamalia besar.
Banteng merupakan hewan yang dilindungi menurut Undang-undang Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 134 dan 266. Undang-undang tersebut dikeluarkan karena terjadi penurunan populasi yang dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1990, mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dinyatakan bahwa Banteng merupakan satwa langka yang perlu dilindungi.
Klasifikasi
Nama daerah lain untuk Banteng adalah Sapi Alas (Jawa), Kebo dan Temadu (Kalimantan). Banyak ahli yang memberi nama ilmiah yang bermacam-macam terhadap Banteng, di antaranya yaitu: Bos Leucoprymnus tahun 1930 oleh Quoy dan Gairmard, Bos Banteng tahun 1936 oleh Temmick, Bos Bantinger oleh Schegel dan Bos Sondicus tahun 1940 oleh Muller.
Taksonomi Banteng dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Crainata
Klas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Artiodactyla
Subordo : Ruminantla
Famili : Bovidae
Subfamili : Bovinae
Tribe : Bovini
Genus : Bos
Spesies : Bos javanicus d’Alton
Morfologi
Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memilki bahu depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang. Di kepala ada sepasang tanduk. Pada Banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa tanduknya lebih kecil dan melengkung ke belakang. Pada bagian tengah dada terdapat gelambir (dewlap) memanjang dari pangkal kaki hingga bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan.
Berat Banteng dewasa dapat mencapai 900 kg dan tinggi bahunya kurang lebih 170 cm. Banteng jantan mempunyai ukuran tengkorak 50 cm, sedangkan betina dewasa lebih kecil dari ukuran tengkorak Banteng jantan. Tinggi bahu bervariasi menurut umur, banteng jantan yang berumur 8 – 10 tahun mempunyai tinggi bahu 170 cm, sedangkan banteng betina mempunyai tinggi bahu 150 cm.
Kekhasan Banteng ada pada bagian pantat yang terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut kebawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu hitam pekat yang akan semakin pekat dengan bertambah umurnya. Banteng betina warna kulitnya cokelat kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi cokelat tua. Warna kulit anak banteng baik yang jantan maupun yang betina lebih terang dari pada warna kulit banteng betina dewasa, tetapi pada banteng jantan muda (anak) warna kulitnya lebih gelap sejak berumur 12 – 18 bulan.
Fisiologi
Banteng termasuk satwa yang hidup secara bekelompok yang terdiri dari Banteng jantan dewasa, induk dan anak-anaknya. Sex ratio antara banteng jantan dan betina dalam satu populasi banteng berkisar antara 1 : 3 samapai 1 : 4. Banteng termasuk satwa yang mempunyai satu kali musim kawin dalam satu tahun (monoestrous) dan melakukan perkawinan dalam satu periode waktu tertentu tergantung dari lokasi habitatnya. Lama bayi dalam kandunagn adalah 9,5 – 10 bulan, jumalh anak tiap induk 1 -2 ekor.
Musim kawin banteng di beberapa kawasan perlindunagan mempunyai waktu yang berbeda beda. Di Taman Nasional Baluran, musim kawin banteng terjadi antara Bulan Agustus hingga Oktober yang di tandai oleh semakin meningkatnya intensitas lenguhan banteng jantan untuk menarik minat betina dan menampakkan kekuasaan terhadap banteng jantan lainnya.
Umur banteng berkisar di antara 21 -25 tahun. Selama hidupnya, seekor banteng betina dapat menghasilakan keturunan sebanyak + 21 ekor anak. Umur pertama banteng betina mampu untuk berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan banteng jantan lebih dari 3 tahun.
Makanan dan Habitat
Banteng termasuk satwa memamah biak yang termasuk dalam golongan Ruminansia. Satwa ini memakan jenis-jenis tumbuhan, terutama sangat tergantung pada rumput. Namun demikian berdasarkan tanda bekas gigitan pada tumbuh-tumbuhan di dalam hutan yang pernah di jumpai, menunjukkan bahwa Banteng dalam jumlah terbatas makan tumbuhan hutan, seperti corypha utan (gebang), Hibiscus tiliaceus (waru), juga beberapa jenis rotan, bambu dan empon-empon.
Habitat juga berarti suatu ekosistem, sehingga untuk menjamin kelestarian habitat berarti kelangsungan dari setiap hubungan di dalam sistem tersebut harus dipertahankan sebagai penyedia makanan, sumber air dan tempat berlindung (cover). Kondisi demikian yang ingin dipertahankan oleh pengelola Taman Nasional Baluran pada habitat Banteng.
Tata ruang tempat tinggal dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a) Padang pengembalaan (savana) sebagai tempat makan, minum dan istirahat.
b) Daerah tempat berlindung, biasanya berupa hutan alam primer atau hutan sekunder yang berdekatan dengan lokasi pengembalaan.
c) Daerah jelajah yang berupa hutan primer dan hutan sekunder.
Di Taman nasional Baluran, komponen-komponen tersebut di atas dapat ditemukan , dimana terdapat savana (misalnya Savana Bekol, Kramat, Balanan dan Plalangan) yang terbentuk secara alami dan menyebar di dalam kawasan dan sekaligus berbatasan dengan hutan primer. Dari savana yang ada banyak sumber air yang ada di sekitar savana tersebut. Di samping itu Taman Nasional Baluran berbatasan dengan Laut Utara dan Selat Bali dan terdapat potensi hutan pantai dan hutan payau yang menjadi “buffer zone”. Oleh karena itu, kawasan pelestarian ini termasuk lokasi yang sangat cocok sebagai habitat banteng.
Perilaku
Banteng umumnya memperlihatkan sikap berjalan yang gagah, hati-hati dan penuh kewaspadaan. Banteng terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam. Pada waktu makan, Banteng sering mengangkat kepala sambil mengibas-ngibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya, kemudian mulai makan lagi jika dirasa tidak ada tanda-tanda bahaya yang akan mengganggu. Apabila ada tanda bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu akan segera menghadap ke arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada Banteng yang lainnya. Banteng-banteng muda dan betina terlebih dahulu akan masuk ke dalam hutan kemudian akan disusul oleh banteng dewasa jantan jika di rasa ada bahaya yang mengancam. Dalam tiap-tiap kelompok biasanya terdapat beberapa banteng muda (2 – 5 ekor) yang mana pada saatnya nanti, salah satunya akan menggantikan sebagai ketua kelompok. Waktu pergantian ketua kelompok sering terjadi pertarungan, dan banteng yang kalah akan memisahkan diri dari kelompoknya. Terkadang masih di ikuti oleh beberapa banteng betina yang setia kemudian membentuk kelompok baru. Banteng yang sudah tua dan mendekati ajalnya akan memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan menjadi mangsa satwa predator.
Banteng mempunyai perilaku dan sifat khas antara lain menyukai daerah yang luas dan tidak ada gangguan alami, daerah yang banyak terdapat garam, daerah yang tidak ada gangguan lalat, lebah dan lainnya, daerah moonson forest, savana dan blang, suka hidup berkelompok, suka melaksanakn perjalanan jauh sambil makan, dan kurang tahan terhadap terik matahari sehingga banteng sering berlindung di bawah pohon rindang di dekat padang rumput/ savana.
Populas dan Penyeberan
Sekitar tahun 1940 populasi banteng di jawa tidak lebih dari 2000 ekor, yang sebagian besar terdapat dalam kawasan perlindungan dan di dataran rendah sebelah selatan jawa. Populasi tersebut menurun terus menerus setiap tahun ke tahun, hingga tahun 1978 populasi Banteng yang ada di Pulau Jawa diperkirakan tidak lebih dari 1.500 ekor. Dan dari data pengamatan populasi, Banteng di Taman Nasional Baluran pada tahun 2000, diketahui jumlah Banteng antara 219 – 297 ekor. Hasil ini di peroleh melalui pengamatan pada musim kemarau, dengan metode Concertation Count dan mengambil titik konsetrasi kumbangan atau sumber air minum satwa. Asumsi yang di gunakan yaitu, sumber air minum di dalam kawasan terbatas dan banteng akan mendatangi sumber air minum pada jam-jam tertentu.
Penyebaran Banteng di dalam Kawasan Taman Nasional Baluran terkonsentrasi Bekol dan sebagian wilayah Pandean. Wilayah yang menjadi daearh penyebaran banteng terdapat pada beberapa blok yaitu Talpat, Bekol (savana), Bama, Kajang, Kelor, Manting, Nyamplung, Sumber Batu, Popongan, Balanan, Kramat (savana), Polonagn dan Dung Bunder.
Rusa Timor
Perlindungan terhadap kehidupan liar yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Baluran merupakan hal yang mutlak dilakukan. Karena potensi flora – fauna sebagai komponen kehidupan liar tersebut mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem kawasan secara keseluruhan.
Kelompok Rusa Timor cukup mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran karena kondisi alam yang sesuai dengan sifat hidup dan perilaku satwa liar tersebut. Dimana Taman Nasional Baluran mempunyai padang rumput (savana) yang luas. Sebagai feeding ground, yang menyediakan kebutuhan pakan bagi satwa liar.
Rusa Timor merupakan hewan yang dilindungi menrunt undang-undang Ordonasi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 No. 134 dan 266. Undang-undang tersebut di keluarkan karena terjadi penurunan populasi yang di anggap sampai pada titik yang kritis, sehingga di khawatirkan akan mengalami kepunahan. Dalam undang-undang No. 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dinyatakan bahwa Rusa merupakan satwa langka yang perlu di lindungi. Sedangkan menurut SK Mentan No. 362/ Kpts/TN tanggal 20 Mei 1990, bahwa Rusa termasuk dalam kelompok aneka satwa yang dapat di budi dayakan sebagaimana ternak lainnya termasuk di dalamnya tentang pengaturan izin usaha.
Klasifikasi
Rusa Timor termasuk satwa liar yang berkerabat dekat dengan kancil dan kijang. Beberapa jenis Rusa lainnya yang di kenal selain Rusa Timor adalah Rusa Bawean dan Rusa Sambar. Secara alami penyebaran Rusa Timor antara lain meliputi Pulau Lombok dan Sumbawa. Klasifikasi lengkap Rusa Timor adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Cervidae
Genus : Cervus
Species : Cervus Timorensis
Morfologi
Morfologi Rusa Timor di tandai dengan warna kulit cokelat kemerah-merahan, hidupnya berkelompok dan masing-masing kelompok mempunyai daerah teritorial (kekuasaan) sendiri-sendiri. Rusa jantan mempunyai warna lebih gelap dan bulunya lebih kasar, dan umumnya berwarna cokelat keabu-abuan sampai cokelat gelap. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antar 1,95 – 2,10 m, tinggi badan 1,00 – 1,10 m, dan tinggi tumitnya 0,29 – 0,35 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan dan umur tua sekitar 15 – 18 tahun. Selang beranak antara yang pertama dan yang ke dua berjarak 1 tahun 2 bulan, sedangakan lama kebuntingannya adalah anatara 250 – 285 hari. Jumlah anak yang di lahirkan dari setiap kali beranak pada umumnya berjumlah 2 ekor.
Ukuran tubuh Rusa Timor termasuk kecil, tetapi perawakannya gagah. Badannya tertutup oleh bulu-bulu yang panjang, kasar dan tebal. Bulu ini berwarna cokelat kekuning-kuningan. Pada bagian kepalanya, terdapat tanduk yang bercabang, berukuran panjang dan ramping.
Tanduk (rangga) Rusa terbentuk dari jaringan tulang. Tanduk Rusa bercabang-cabang, di mulai dari bungkul yang terdapat di kepala. Selama pertumbuhannya, tanduk tersebut terbungkus oleh kulit yang disebut velvet, yang merupakan kulit pembungkus yang akan mengering serta luruh bila pertumbuhannya telah sempurna. Biasanya hanya rusa jantan yang mempunyai tanduk, setelah musim kawin, tanduk akan rontok/ tanggal dan akan segera tumbuh. Pertumbuhan tanduk didukung oleh pembuluh-pembuluh darah yang terdapat di dalam tanduk muda. Pembuluh darah tersebut dilindungi oleh “beludru” dan tulang rawan. Setelah ranggga menjadi kuat, beludru akan luruh dan pertumbuahn tanduk akan sempurna pada umur 15 – 16 bulan. Cabang tanduk yang pertama tumbuhnya mengarah ke depan, sedangkan cabang yang ke dua arahnya ke belakang dan letaknya hampir sejajar dengan cabang tanduk depan pertama. Cabang tanduk belakang yang pertama lebih panjang daripada cabang depan kedua.tanduk ini berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri.
Pada bagian kepala rusa jantan terdapat rambut surat yang menutupi tengkuk belakang, leher, tenggorokan dan badannya. Dahinya cekung, sepasang daun telinganya tipis dan menghadap ke depan. Ekor Rusa pada umumnya panjang, sempit dan kasar. Ekor ini juga di tumbuhi bulu-bulu seperti bulu badannya dan pada ujungnya terdapat rumbai-rumbai seperti sikat yang tipis.
Secara umum, rusa jantan lebih besar dari rusa betina, mempunyai tanduk yang bercabang-cabang sesuai dengan pertambahan umur. Leher tegak dan kepala horizon sedangkan tanduk ke atas, makin panjang tanduknya mengarah ke dalam. Berat badan bervariasi antara 45 – 60 kg dan tinggi pundaknya berkisar antara 80 -120 cm. Rusa betina lebih kecil tubuhnya, bentuk badan ramping dan padat, ukuran kaki lebih panjang, leher tegak, kepala horizon, tidak bertanduk, berat badan berkisar antara 40 – 50 kg, tinggi pundak 70 – 110 cm.
Populasi
Populasi adalah kumpulan jasad hidup yang spesies sama dan secara bersama-sama mendiami atau menghuni suatu tempat tertentu dalam waktu tertentu. Populasi Rusa Timor memerlukan tempat-tempat yang menjamin ketersediaan pakan, minum, tempat berlindung dan berkembang biak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Populasi satwa dalam habitat akan stabil, berkembang atau menurun yang di pengaruhi oleh keadaan lingkungan hidup seperti pakan, air, cover, sifat hidup satuan antara lain kelahiran, kematian dan daya survival, keadaan perpindahan satwa yakni migrasi.
Rusa Timor hidupnya berkelompok, berkisar 10 – 20 ekor dan kurang mempertahankan daerah kekuasaan. Rusa jantan hidupnya soliter sedangkan rusa betina biasanya berkelompok. Di Taman Naional Baluran Rusa timor dapat di temukan dalam kelompok-kelompok besar, yaitu + 200 ekor yang berkumpul di Savana Bekol.
Makanan dan Habitat
Rusa mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Makanan pokok Rusa adalah hijauan, termasuk rerumputan sehingga disebut binatang Ruminansia. Tempat hidup rusa umumnya di daerah yang dekat dengan hutan dan pada padang rumput (savana). Hutan di jadikan sebagai tempat berlindung dan padang rumput sebagai sumber pakan. Rusa mengenal dengan baik lingkungan tempat tinggalnya. Satwa ini memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam, sehingga mudah menghindarkan diri dari musuh yang akan memangsanya.
Daerah – daerah yang kering dan terbuka merupakan tempat habitat rusa, seperti padang rumput atau bukit – bukit, berkemiringan yang kecil, dengan pohon dan belukar yang tersebar. Rusa dapat di temukan pada daerah penyebar vertikal hingga 2600 m dpl, akan tetapi rusa tidak begitu menyenangi daerah hutan rimba dan lereng-lereng gunung yang curam.
Kondisi alam di Taman Nasional Baluran mendukung berkembangan populasi Rusa Timor, dimana keberadaan padang rumput sebagai sumber pakan, dekat dengan hutan sekunder sebagai tempat berlindung dan sumber mineral dari pantai.
Perilaku dan Sebaran
Tingkah laku makan satwa liar sangat bervariasi baik lamanya makan atau fase makannya setiap hari. Interval atau periode makan di isi dengan aktifitas perjalanan, istirahat, tidur, minum dan aktifitas lainnya. Untuk binatang memamah biak banyak waktunya digunakan untuk memamah biak. Tingkah laku makan dalam skala waktu yang pendek di kerjakan bersama tingkah laku gerak pindah. Pola tingkah laku dalam cara mencari, memilih dan makan mempunyai pola yang tetap.
Rusa suka hidup berkelompok sekitar 20 - 50 ekor bersama-sama. Terkadang di jumpai dalam gabungan dari beberapa kelompok sehingga membentuk kelompok yang lebih besar. Begitu mereka melihat musuh atau hanya merasakan bau musuhnya (seperti orang, macan tultul/ajag), rusa betina yang lebih tua memberi isyarat dengan memanggil seperti, “ku-o” disertai rentakan kaki sebagai tanda bahaya.
Di luar masa perkawinan, rusa berkumpul bersama dengan rukun, tetapi menjelang musim kawin, rasa kesetia kawanannya menipis, dimana para pejantan saling bertarung memperebutkan betina. Pada induk rusa yang sedang bunting, mereka lebih suka beristirahat daripada mencari makan.
Rusa akan mencari naungan dan beristirahat setelah makan. Rusa Timor di savana Bekol cenderung memilih pohon-pohon widara (Zyzyphus rotundifolia) dan Mimbo (Azadirahta indica) serta asem (Tamarindus indica) sebagai tempat berteduh, karena memiliki bentuk tajuk yang mendekati bulat dan jumlah cabang banyak sehingga sinar matahari tidak dapat menembus tajuk dan menaungi rusa yang sedang berteduh dari sengatan terik sinar matahari.
Faktor utama yang menentukan rusa timor yang memilih pohon sebagai tempat berteduh adalah dekat dengan hutan (teritory), ketersediaan pakan yang cukup, jenis pohon, bentuk tajuk, jumlah batang dan luas tajuk serta faktor keamanan.
Perilaku mencari makan rusa diawali dengan pergerakan rusa dari tempat istirahat di hutan sekitar savana dan menuju ke savana dari beberapa arah serta kelompok besar. Perilaku makan di savana Bekol diawali dengan membaui hiajuan untuk menentukan pakan yang disukai atau tidak, kemudian baru direnggut, dikunyah dan selanjutnya ditelan. Pada saat makan biasanya kepala menunduk dan kadang-kadang tegak sambil melihat kanan-kiri dengan daun telinga yang di gerak-gerakkan. Gerakan tersebut dilakukan guna mengontrol keadaan lingkungan dari adanya bahaya. Rusa Timor juga di jumpai makan pada malam hari.
Selain beberapa jenis rumput yang terdapat di savana sebagai pakan satwa,pucuk akasia muda juga di sukai, akan tetapi konsumsi pucuk akasia oleh rusa tidak sebanyak dibandingkan dengan beberapa jenis rumput yang ada. Aktifitas minum rusa timor terbanyak dilakukan pada pukul 17.00-19.00 (petang hari).
Rusa Timor menyebar di dalam Kawasan Taman Nasional Baluran hampir di seluruh kawasan. Namun rusa banyak terkonsentrasi di Bekol, dimana terdapat savana yang luas dan ketersediaan air untuk minum yang cukup, dan sebagian wilayah Karangtekok dan Pandean. Wilayah yang masih menjadi daerah penyebaran rusa terdapat pada beberapa blok yaitu, Bama, Kajang, Kelor, Manting, Nyamplung, Sumber Batu, Popongan, Balanan, Kramat (savana), Lempuyang, Air Karang, Bilik dan Air Tawar (savana), Palongan dan Dung Bunder.
FLORA
Jenis flora yang khas di Taman nasional Baluran adalah Dadap Biru dan Rumput Lamuran. Selain itu terdapat juga asam, mimbo, Timongo, Gebang, Kepuh, Kemiri dan yang lainnya.
Jenis-jenis Flora yang ada di Taman Nasional Baluran
No. | Nama Ilmiah | Nama Lokal | Famili |
1 | Abelmoschus ficulneus | - | MALVACEAE |
2 | Abrus precatorius | Saga manis (Jav) | LEGUMINOSAE |
3 | Abutilon crispum | Cemplak(Jav) | MALVACEAE |
4 | Abutilon indicium | Cemplak(Jav) | MALVACEAE |
5 | Acacia Arabica | Lamtoro | LEGUMINOSAE |
6 | Acacia leucophloea | Pilang(Jav),Opelan(Mdr) | LEGUMINOSAE |
7 | Acacia tomentosa | Klampis(Jav) | LEGUMINOSAE |
8 | Acalypha indica | Rumput blg2(Mal),Sangkep | EUPHORBIACEAE |
9 | Acalypha paniculata | Kimangsi (Sund) | EUPHORBIACEAE |
10 | Acalypha wilkesiana | Kimangsi (Sund) | EUPHORBIACEAE |
11 | Acanthus ilicifolius | Daruju(J), Jaruju | ACANTHACEAE |
12 | Achyranthes aspera | Jarongan, daun sengketan(jav) | AMARANTHACEAE |
13 | Adenanthera microsperma | Segawe((Jav) | LEGUMINOSAE |
14 | Adenanthera pavonina | Segawe sabrang (Jav) | LEGUMINOSAE |
15 | Adenia heterophylla | - | PASSIFLORACEAE |
16 | Aegiceras corniculatum | Duduk agung,Truntung(Jav) | MYRSINACEAE |
17 | Aegiceras floridum | - | MYRSINACEAE |
18 | Aegle marmelos | Mojo(Jav) | RUTACEAE |
19 | Aglaia argentea | Durenan Kesemeg,Sido(Jav),Bangsal | MELIACEAE |
20 | Aglaia odoratissima | Pancal kidang(Jav),Garcina | MELIACEAE |
21 | Aglaonema simplex | - | ARACEAE |
22 | Albizia lebbekioides | Kedinding(Jav),Tekik | LEGUMINOSAE |
23 | Albizia procera | Wangkal,Weru(Jav),Saban | LEGUMINOSAE |
24 | Alchornea rugosa | Kancilan,Mentulan(Jav) | EUPHORBIACEAE |
25 | Alerites moluccana | Kemiri (Mdr),Miri (Jav) | EUPHORBIACEAE |
26 | Allophyllus cobbe | Cukilan(Jav) | SAPINDACEAE |
27 | Alpina sp. | Bamban | MARANTACEAE |
28 | Alstonia spectabilis | Balung,Ilat2 (jav) | APOCYNACEAE |
29 | Alysicarpus rugosus | Cemaraan | LEGUMINOSAE |
30 | Alysicarpus vaginalis | Brobos (Jav) | LEGUMINOSAE |
31 | Andrachne australis | - | EUPHORBIACEAE |
32 | Antidesma bunius | Huni,Wuni (Jav) | EUPHORBIACEAE |
33 | Antidesma ghaesembilla | Kewalot,Wuni sepet(Jav) | EUPHORBIACEAE |
34 | Antigonon leptopus | Air mata pengantin(Mal) |
|
35 | Amaranthus spinosus | Bayam duri, Bayem eri (Jav) | AMARANTHACEAE |
36 | Anomianthus auritus | Kalak asu,Kalak mantang(jav) | ANNONACEAE |
37 | Aphanamixic grandifolia | Pancal kidang,Padang(J),Riauw | MELIACEAE |
38 | Apluda mutica | Merakan(Jav),Kerapas | GRAMINEAE |
39 | Ardisia humilis | Lempeni,Rumpeni(Jav) | MYRSINACEAE |
40 | Arthropteris oblitera | - | POLYPODIACEAE |
41 | Arundinella setosa | Lamuran | GRAMINEAE |
42 | Asparagus racemosus | Songga langit (Jav) | LILIACEAE |
43 | Asplenium nidus | Paku pandan(Mal) | POLYPODIACEAE |
44 | Asystasia nemorum | Daun Moreto, Cili Utan (Mol) | ACANTHACEAE |
45 | Atlantia trimera | - | RUTACEAE |
46 | Avicennia alba | Api2,Ros2an (Jav) | VERBENACEAE |
47 | Avicennia marina | Api2 (Jav) | VERBENACEAE |
48 | Azadirachta indica | Mimbo(Jav) | MELIACEAE |
49 | Azima sarmentosa | Sok doy | SALVADORACEAE |
50 | Bambusa vulgaris | Pring gading (Jav) | GRAMINEAE |
51 | Barringtonia racemosa | Penggung, Songgom(Jav) | LECYTHIACEAE |
52 | Bauhinia hirsuta | Kendayakan putih(Jav) | LEGUMINOSAE |
53 | Begonia teriifolia | - | BEGONIACEAE |
54 | Benincasa hispida | Baligo (Jav) | CUCURBITACEAE |
55 | Bidens biternata | - | COMPOSITAE |
56 | Biophytum petersianum | - | USCALIDACEAE |
57 | Boehmeria zollingeriana | - | URTICACEAE |
58 | Borassus flabellifer | Taal,Lontar(Jav) | PALMAE |
59 | Borreria setiolens | - | RUBIACEAE |
60 | Borreria stricta | - | RUBIACEAE |
61 | Bothriochloa modesta | - | GRAMINEAE |
62 | Brachiaria mutica | Klonjono air | GRAMINEAE |
63 | Brachiaria ramose | - | GRAMINEAE |
64 | Brachiaria reptans | Brabasab,Rayapan(jav) | GRAMINEAE |
65 | Brachiaria sp. | - | GRAMINEAE |
66 | Breynia cernua | Gamer(Sund), Imar(Jav), Ilang2an | EUPHORBIACEAE |
67 | Bridelia ovata | - | EUPHORBIACEAE |
68 | Bridelia stipularis | Tokoto | EUPHORBIACEAE |
69 | Bruguiera cylindrica | Tanjang,Tanjang sukun(Jav) | RHIZOPHORACEAE |
70 | Buchanania arborescens | Popohan(jav),Reungas manuk(sund) | ANACARDIACEAE |
71 | Butea monosperma | Plasa(Jav) | LEGUMINOSAE |
72 | Caesalpinia crista | Klengkeng,Kutuk(Jav),Englor | LEGUMINOSAE |
73 | Caesalpinia digyna | - | LEGUMINOSAE |
74 | Calamus sp. | Rotan(Mal) | PALMAE |
75 | Calanthe ceciliae | Kalante ungu (Mal) | ORCHIDACEAE |
76 | Calophyllum inophyllum | Nyamplung (Jav) | GUTTIFERAE |
77 | Calotropis gigantea | Widuri(jav),Saduri | ASCLEPIADACEAE |
78 | Canthospermum scarabaevides | Salur puma | LEGUMINOSAE |
79 | Capillipidium parviflorum | - | GRAMINEAE |
80 | Capparis micracantha | Tledung,Klidung,Kencuran(jav) | CAPPARIDACEAE |
81 | Capparis sepiaria | - | CAPPARIDACEAE |
82 | Cardiopteris javanica | - | ICACINACEAE |
83 | Cardiospermum halicacabum | Parenan(Jav),Paria gng(Sun) | SAPINDACEAE |
84 | Carrex rafflesiana | Tekik | CYPERACEAE |
85 | Carrexbaccans | Empritan (Jav) | CYPERACEAE |
86 | Caryota mitis | Genduru(Jav), Kandodor | PALMAE |
87 | Cassia alata | Ketepeng kebo(Jav),Acong2an | LEGUMINOSAE |
88 | Cassia fistula | Tengguli(Jav),Kelobor | LEGUMINOSAE |
89 | Cassytha filiformis | Tali utrid(Mal),Mas semasan | LAURACEAE |
90 | Cayratia trifolia | Galing (Jav) | VITACEAE |
91 | Celastrus paniculatus | Sila (Jav) | CELASTRACEAE |
92 | Celtis wightii | Kayu Tai,Menjalinan(Jav) | ULMACEAE |
93 | Ceriops decandra | Tingi(Jav) | RHIZOPHORACEAE |
94 | Ceriops tagal | Tinggi,Tingi(Jav) | RHIZOPHORACEAE |
95 | Chloris barbata | Suket cakar ayam(Jav),Ressat | GRAMINEAE |
96 | Chloris dolichostachya | Putihan | GRAMINEAE |
97 | Chasalia curviflora | Ki kores wungu(Sund) | RUBIACEAE |
98 | Chromolaena odorata | Kerik | COMPOSITAE |
99 | Cissus discolor | Deres, mirah (Jav) | VITACEAE |
100 | Cissus diffusa | - | VITACEAE |
1.4.4. Fasilitas
Dua buah Pasanggerahan di Bekol dengan 7 kamar tidur dan di Bama dengan 5 buah kamar tidur. Shalter/ tempat berteduh terdapat dalam jumlah yang cukup dalam Taman Nasional Baluran. Salah satu menara pandang di atas terletak di atas Bukit Bekol pada ketinggian 64 M dan hanya berjarak 100 M dari pasanggerahan Bekol.
CATATAN:
Ø Dalam kawasan tidak tersedia makanan dan wisatawan di harap membawa bahan makanan yang dipersiapkan sesuai rencana kunjungan.
Ø Untuk wisatawan yang bermain di harap minimal 2 (dua) hari sebelumnya untuk pesan tempat (booking).
Ø Pada Bulan Mei s/d Oktober satwa liar mudah sekali dilihat/ dijumpai dengan keadaan alam yang khas di Baluran.
1.4.5. Kegiatan
Kawasan Taman Nasional sebagian besar berupa savana (padang rumput yang diselingi pepohonan), maka kegiatan wisata diarahkan pada objek antara lain:
Ø Mengamati tingkah laku satwa liar yang terdapat di dalam kawasan.
Ø Hiking menulusuri jalan setapak di dalam hutan dengan dipandu oleh pemandu wisata dari sana.
Ø Melakukan pengamatan di Pantai Bama dan menikmati keindahan Pantai Bama.
Ø Melihat panorama / keindahan alam di atas menara bekol.
Ø Pengarahan dari wali kelas masing-masing.
BAB II
ISI LAPORAN KEGIATAN
Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh siswa kelas XII IA 3 SMA Negeri I Kraksaan menghasilkan data sebagai dasar laporan kegiatan sebagai berikut:
2.1.Tata Tertib Kegiatan
1. Setiap peserta harus menepati jadwal yang telah ditentukan.
2. Peserta tidak boleh meninggalkan rombongan tanpa izin ketua rombongan atau ketua kelompok.
3. Menjaga nama baik sekolah dengan cara mentaati tata tertib di:
a) Perjalanan
b) Objek Pengamatan
c) Penginapan
d) Waktu makan, tidur, mandi dan lain-lain
e) Tempat-tempat lain
4. Peserta diharuskan menginap di tempat yang sudah ditentukan
5. Pada saat tinggal di penginapan, para peserta diwajibkan:
a) Memperhatikan kebersihan kamar
b) Memperhatikan kebersihan lingkungan penginapan
c) Memperhatikan benda-benda milik sendiri dan kelompok agar tidak terselip, hilang atau ketinggalan
d) Selalu memakai pakaian yang sopan sewaktu makan, pergi atau setelah mandi
6. Untuk mencegah hilangnya barang atau uang, para peserta diwajibkan memperhatikan:
a) Tidak memakai perhiasan dari logam mulia (emas)
b) Menyimpan uang sebaik-baiknya
c) Segera melapor ke ketua regu/ rombongan apabila terjadi sesuatu yang tidak di inginkan
7. Selalu memperhatikan kesehatan diri sendiri dan peserta dengan jalan;
a) Tidak mengganggu peserta lain pada jam-jam tidur
b) Tidak mengudap (jajan disembarang tempat dan waktu)
c) Bagi peserta yang menderita sakit khusus harus membawa obat dan harus memperhatikan kesehatannya secara khusus
8. Membersihkan dan mengatur kembali semua peralatan yang telah selesai dipakai baik milik pribadi maupun kelompok
9. Barang-barang yang harus di bawa setiap peserta adalah
a) Perlengkapan PPPK terutama obat khusus
b) Sandal karet/ jepit
c) Alas untuk menulis di lapangan
d) Topi dan jas hujan bila diperlukan
10. Peserta tidak boleh melakukan kegiatan di luar kelompok atau rombongan selama praktek kerja lapangan
11. Hal-hal yang belum di atur dalam tata tertib akan diatur secara khusus
2.2.Petunjuk Kerja Lapangan
PETUNJUK KERJA LAPANGAN
Pengamatan Biota Perairan Pasang Surut, Hutan Pantai dan Savana
Di Taman Nasional Baluran
21 s/d 22 November 2009
2.2.1 Pendahulaun
Daerah pengamatan meliputi 3 bagian yaitu:
Ø Daerah pasang surut
Ø Daerah hutan pantai
Ø Daerah savana (tingkah laku satwa)
Pengamatan biota di daerah pasang surut sebaiknya dilakukan pada saat perbedaan antara pasang surut adalah maksimal, yaitu pada waktu sekitar bulan purnama. Saat ini air laut surut maksimal sehingga daerah pengamatan sangat luas, kita dapat mengamati biota daerah pasang surut sampai jauh dari pantai, pada dasarnya pengamatan sudah dapat dimulai sejauh yang dapat kita capai, hingga air mulai pasang.
Pengamatan hutan pantai dapat kita lakukan pada saat kita dapat melakukan pengamatan daerah pasang surut, yaitu pada saat pasang naik. Pengamatan daerah savana kita lakukan pada hari terakhir, dimulai sepagi mungkin agar tidak terlalu panas diperlahan (perjalanan).
2.2.2 Pengamatan Daerah Pasang Surut
Dilakukan sejak air mulai surut
A. Analisa Air
1. Catatlah mulai pukul berapa mulai bekerja, begitu pula selesainya
2. Ukurlah suhu dengan thermometer kemikal/ batang pada daerah perairan dan udara di atas perairan (+ 1 m di atas air). Pengukuran dilakukan pada sore dan pagi hari
3. Dengan mempergunakan kertas pH indicator (lakmus berskala) ukurlah pH air laut
4. Menentukan kadar CO2
a. 100 ml sample air yang telah dimasukkan dalam labu erlemeyer segera tetesi dengan 2 -3 tetes phenolptalein 0,05%
b. Titrasi dengan NaOH 0,1% sampai warna menjadi merah
Formula:
1000 x (ml NaOH) x M x 44
Sample air
B. Analisis Kehidupan Pasang Surut
Metode yang digunakan adalah garis berpetak. Jarak antar petak 5 meter dan luas antar petak 2 x 2 meter persegi.
1. Dengan menggunakan tali rafia, menarik garis lurus dengan pantai
2. Membuat petak dengan ukuran 2 x 2 meter, dengan jarak antar petak 5 meter menuju ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar di bawah
3. Menghindari bergerak langsung/ menginjak tempat yang akan dijadikan petak pengamatan berikutnya
4. Mencatat keadaan substrat, misalnya: daerah kering, berlumpur, berpasir, berbatu, karang dan sebagainya
5. Mendokumentasikan jenis organisme yang ada pada setiap petak
6. Menghitung jenis organisme yang ada dalam petak, bila ada yang belum di kenal, mendeskripsikan dengan jelas
7. Mengambil organisme yang paling dominan, kemudian mendokumentasikan
8. Mencari ciri-ciri yang ada pada organisme No. 7, kemudian mengklasifikasikannya
Gmb: Skema pembuatan petak-petak yang akan diteliti di pantai
Tabel Hasil Pengamatan
1. Analisa Air
Faktor | Pemeriksaan | keterangan | ||
1 | 2 | Rata-rata | ||
Suhu air (oC) Ø Sore Ø Pagi |
35o 30o |
33o 29o | 34o | Suhu udara maupun air normal dan pH netral |
Suhu udara (oC) Ø Sore Ø Pagi |
30o 29o |
25o 28o | 27,5o | |
pH | 7 | |||
NaOH Ø Sore Ø Pagi |
15 tetes 32 tetes |
Analisa Sore :
Mulai : 15.00 WIB
Berakhir : 16.30 WIB
Analisa Pagi :
Mulai : 06.00 WIB
Berakhir : 07.30 WIB
2. Kehidupan Hewan dan Tumbuhan Pasang Surut
Nama Hewan | Hewan yang dominan | Klasifikasi | |
Nama | Ciri-ciri | ||
Teripang | Teripang | Ø Tubuh lonjong, berwarna gelap Ø Tubuh lunak seperti agar-agar | Holothuroidea |
Bintang Ular | Bintang Ular | Ø Memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular. Ø Tidak mempunyai amburakal dan anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutnya. Ø Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir. Ø Aktif di malam hari | Ophiuroidea |
Bintang Laut | Bintang Laut | Ø Tubuh terdiri atas lima lengan atau lebih yang tersusun radial Ø Pada ujung-ujung lengan terdapat alat sensor. Ø Ujung tentakel pada bintik matayang mengandung pigmen merah ,peka terhadap cahaya. Ø Permukaan tubuh bagian atas di tutupi duri-duri tumpul berbentuk catut (pediselaria | Asteroidea |
Bulu Babi | Bulu Babi | Ø Mulutnya yang terdapat di permukaan oral dilengkapi dengan 5 buah gigi sebagai alat untuk mengambil makanan. Ø Memakan bermacam-macam makanan laut, misalnya hewan lain yang telah mati, atau organisme kecil lainnya. Ø Alat pengambil makanan digerakkan oleh otot yang disebut lentera arisoteteles. Sedangkan anus, madreporit dan lubang kelamin terdapat di permukaan atas. | Echinoidea |
Bekicot | Bekicot | Ø Hidup di laut. Ø Cangkang berbentuk taring atau terompet sehingga di kenal dengan kerang terompet. Ø Kedua ujungnya terbuka , dan panjang cangkang sekitar 3-6 cm. Ø Tubuh dilengkapi dengan tentakel kecil yang di kenal dengan nama kaptakuala. | Schapopoda |
Cumi-cumi | Cumi-cumi | Ø Cumi-cumi termasuk hewan tak bertulang belakang yang tidak mempunyai tulang pada tubuhnya. Mampu bergerak lihai. Ø Kakinya terletak di kepala disebut dengan tentakel.panjang tentakel dapat mencapai 1,5 panjang tubuh. Ø Tubuh terdiri atas kepal, badan dan leher. Kepala dilengkapi dengan sepasang mata dan tentakel. Ø Tubuh lunaknya diselimuti oleh lapisan pelindung tebal yang di bawahnya air dalam jumlah besar disedot dan disemburkan oleh otot-otot yang kuat, sehingga memungkinkannya bergerak mundur. Ø Memiliki delapan tangan,dan dua tentakel pengisap dan tubuh relatif langsing. | Chepalopoda |
Ikan Giru Osialaris | Ikan Giru Osialaris | Ø Warnanya bervariasi Ø Tubuhnya tumbuh maksimal 8 cm | Actinopterygii |
Bunga Karang | Bunga Karang | Ø Tubuhnya berpori-pori | Porifera |
Siput Laut | Siput Laut | Ø Tubuhnya lunak Ø Biasanya memiliki cangkang untuk melindungi tubuhnya dari serangan predator | Moluska |
2.2.3. Pengamatan Daerah Hutan Pantai
Arah pengamatan di mulai dari pantai (batas pasang maksimal) dari titik awal transek, lurus dengan transek daerah pasang surut menuju ke padang rumput atau hutan.
A. Analisa Vegetasi Hutan Pantai
Pada kegiatan ini kita akan menggunakan metode kuadran.
1. Ikutilah arah garis transek dan buatlah jalur pintas menjauhi laut. Lebar jalur pintas adalah 10 m, dan pengamat bergerak di tengah-tengah jalur pintas.
2. Pada setiap jarak 20 m, buatlah kuadran. Dari setiap kuadran di daftar dan di ukur keliling pohon yang terdekat dari titik kuadran. Serta ukur pula jarak masing-masing tumbuhan ke titik pengukuran. Tumbuhan dapat di golongkan pohon bila diameternya minimal 10 cm. Pengukuran diameter setinggi dada (+ 1,5 m dari tanah).
3. Bila ada tumbuhan yang anda belum kenal nama ilmiah maupun nama daerahnya, ambil sample secukupnya, beri kode dan deskripsinya secara lengkap. Sample sebaiknya meliputi akar, batang, daun, bunga dan buah. Lebih baik kalau anda dapat mengabadikan dengan foto.
4. Perhatikan dan amati pula tumbuahn apa saja yang terdapat di pantai hutan.
B. Inventarisasi fauna Hutan Pantai
Inventarisasi semua jenis hewan yang anda ketemukan pada daerah pengamatan kuadran anda. Begitu pula bila anda menemukan lacak hewan, catatlah. Lakukan identifikasi lacak hewan apakah itu dan berapakah perkiraan jumlahnya.
2.2.4. Determinasi Tumbuhan
Cara kerja:
1. Jalan dari pantai ke daratan + 15 m
2. Catat semua tumbuhan yang kamu temukan
3. Dokumentasikan tumbuhan yang dominasi
4. Determinasikan tumbuhan tersebut dengan kunci determinan
2.2.5. Mengamati Tingkah Laku Hewan
Antara Lain:
Ø Banteng
Ø Babi Hutan
Ø Kerbau
Ø Kera
Tingkah laku yang di cari catat pada tabel:
Nama Hewan | Cara Hidup Berkelompok/ Individu | Masa Kawin | Adaptasi | Jumlah Populasi |
Kera | Berkelompok | Tidak memiliki masa kawin, akan tetapi memasuki masa kawin pada umur enam tahun untuk pejantan dan empat tahun untuk betina | Selama di tempat itu terdapat makanan, kera sangat mudah beradaptasi | Sangat banyak karena tingkat produksi sangat tinggi, biasanya mendominasi. |
Lutung | Berkelompok | Masa kawinnya lebih teratur jika dibandingkan dengan kera | Selama di tempat itu terdapat makanan, Lutung sangat mudah beradaptasi | Lebih sedikit bila di bandingkan dengan kera |
Merak | Individu | Antara Bulan Oktober sampai Desember | Suka bertengger di pepohonan yang tinggi dengan maksud untuk melindungi dirinya dari predator (khusunya Ular Phyton) | Jumlahnya kian berkurang. Hanya di tempat-tempat tertentu saja ditemukan |
Rusa | Berkelompok | mempunyai 1 musim kawin dalam 1 tahun | Menyukai daerah yang rindang, mempunyai ketersediaan air yang cukup dan tidak menyukai daerah yang kering. | Di Savana Bekol terdapat + 200 ekor |
Musang | Individu | Musang tidak mempunyai masa kawin | Suka memanjat pepohonan dan aktif pada malam hari. | Jumlahnya untuk sekarang lumayan banyak khususnya di Bekol |
Ayam Hutan | Berkelompok | Ayam hutan tidak punya masa kawin. | Sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan apa saja. | Jumlahnya kini kian terbatas. Banyak ayam hutan yang dimangsa oleh predator lain. |
Kijang | Berkelompok | Kijang tidak mengenal musim kawin dan dapat kawin kapan saja | Menyukai daerah yang rindang, mempunyai ketersediaan air yang cukup dan tidak menyukai daerah yang kering. | Jumlahnya kian berkurang. Hanya di tempat-tempat tertentu saja ditemukan |
2.3.Kegiatan
2.3.1 Sampai di Baluran
Rombongan tiba di Baluran pukul 12.00 WIB dan mengunjungi pusat informasi yang bertujuan untuk mengetahui informasi tentang Taman Nasional Baluran. Disana terdapat museum mini, audio visual, dan goa Jepang. Goa Jepang merupakan tempat persembunyian para pahlawan menghadapi penjajah dari Jepang.
Setelah mengunjungi pusat informasi tersebut, kita melanjutkan perjalanan menuju penginapan Bekol sejauh + 12 km dari pusat informasi. Panasnnya terik matahari tidak henti-hentinya menemani perjalanan kami. Di kanan kiri kami hanya melihat hutan yang tandus. Di tengah perjalanan, kami menemukan tanaman langka yaitu Bunga Bangkai. Kami berhenti sejenak untuk mengamati Bunga Bangkai tersebut. Karena udara disana begitu panas, rombongan kami cepat-cepat melanjutkan perjalanan menuju penginapan Bekol. Sesampainya di penginapan, kami melakukan MAKSIAT (makan,istirahat, dan sholat) dan segera melanjutkan kegiatan selanjutnya menuju pantai Bama.
2.3.2 Kegiatan Sore Hari di Pantai Bama
Sekitar pukul 15.00 WIB kami sampai di pantai Bama yang memiliki panorama laut yang sangat indah. Sesampainya disana kami melakukan dua kegiatan yang membutuhkan kekompakan pada setiap kelompok. Dua kegiatan tersebut yaitu membuat petak-petak pengamatan untuk praktikum Biologi dan analisa air untuk praktikum Kimia.
Setelah melakukan dua kegiatan tersebut, kami bersenang-senang di pantai Bama. Disana kami berenang, becanda gurau dan menikmati kebersamaan. Kemudian kami menuju penginapan Bekol sekitar pukul 16.30 WIB. Sesampainya di Bekol kami mandi, lalu kami jalan-jalan ke menara serta menaiki menara tersebut yang berada di belakang penginapan. Dari atas menara itu kami dapat melihat seluruh wilayah Baluran. Kami sempat melihat burung Merak yang sangat indah bertengger di atas pohon. Kami juga melihat peristiwa yang jarang terlihat dan sangat indah yaitu terjadinya hujan sebagian yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT.
2.3.3 Kegiatan Malam
Hari mulai gelap, semua rombongan mulai sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk mengikuti sambutan dari wali kelas ada pukul 19.00 WIB. Sebelum itu kami melakukan kegiatan sholat magrib dan makan malam. Selanjutnya kami bekumpul didepan penginapan, lalu mendengarkan sambutan dari wali kelas atau guru pembimbing.
Pada saat pembimbing baru menyampaikan dua materi materi ada sapaan dari alam lain, semua rombongan panik. Tapi kami bersyukur masalah tersebut dapat teratasi.
Untuk mencegah kejadian tersebut terulang kembali, acara sambutan dari wali kelas tidak dapat dilanjutkan. Kegiatan tersebut lalu diganti dengan kegiatan yang bisa melupakan kejadian tadi. Kami semua bernyanyi-nyanyi, berjoget, masak-masak, dan lain sebagainya.
Setelah semua merasa lelah dengan aktifitasnya, kami semua beristirahat dikamar masing-masing. Tapi sebagian dari kami tidak dapat tidur, akhirnya tidur di halaman depan bersama-sama dengan beralaskan kasur di dalam kamar. Dan ada juga yang tidak tidur untuk menjaga keamanan.
2.3.4 Kegiatan Pagi Hari di Pantai Bama
Setelah melalui malam yang panjang di penginapan Bekol. Pagi harinya kita bersiap-siap untuk mandi dan sholat subuh. Setelah itu kita akan menuju ke Pantai Bama lagi untuk melakukan pengamatan lagi. Jarak dari penginapan ke Pantai Bama sekitar 10 km, tapi lama perjalanan tidak terasa karena di sepanjang perjalanan pemandangannya sangat indah. Rombongan sampai di Pantai Bama pada pukul 06.00 WIB. Sesampainya di Pantai Bama kami langsung menuju obyek penelitian yang sudah ditentukan kemarin sore. Di Pantai Bama kami meneliti keasaman laut dan organisme-organisme yang hidup disaat laut surut. Setelah semua penelitian dilakukan kami segera makan pagi ditepi laut. Setelah makan pagi, kegiatan kami dilanjutkan dengan penjelajahan Savana.
2.3.5 Penjelajahan Savana dan Hutan
Matahari telah menunjukan sinarnya, saatnya melanjutkan kegiatan yang sudah direncanakan, yaitu penjelajahan savana. Sebagai langkah awal kami menelusuri hutan bakau yang terdapat di sekitar Pantai Bama. Didalam hutan bakau tersebut terdapat jembatan untuk melihat laut lepas. Lalu, kami melanjutkan perjalanan menyusuri hutan bakau. Menurut teori, pohon bakau dapat mencegah erosi pantai. Secara anatomi, pohon bakau termasuk pohon yang unik, karena akarnya yang sebagian tumbuh di permukaan tanah dan membentuk rongga-rongga. Selain itu, terdapat akar yang muncul dan tanah seperti ujung pensil. Akar tersebut adalah akar nafas.
Setelah beberapa lama menyusuri hutan bakau kami melanjutkan perjalanan ke hutan savana untuk melihat macam-macam lutung. Di tengah perjalanan kami menemukan beberapa ekor lutung yang diantara dari mereka mempunyai warna berbeda. Perjalananpun berlanjut dan kami menemukan sebuah sumur tua. Sumur tua tersebut dipercayai dapat membuat wajah awet muda. Banyak siswa-siswi yang mencuci muka dengan air tersebut padahal bau belerang sangat menyengat. Karena perjalanan sudah cukup jauh dan siswa-siswi terlihat cukup lelah namun perjalanan tetap harus dilanjutkan. Kami tetap barjalan walaupun kami barputar balik menelusuri jalan yang berbeda. Disepanjang perjalanan pulang hanya terlihat pohon-pohon kering dan tanah tandus. Udara begitu panas sehingga tidak mendukung perjalanan kami, tapi kami tetap bersemangat.
Tak terasa sampai juga semua siswa-siswi dipantai Bama. Sambutan meriah disampaikan dari para monyet, yang menurut kami sambutan tersebut tersebut merupakan ucapan selamat tinggal.
BAB III
PEMBAHASAN
Taman Nasional Baluran adalah salah satu dari beberapa taman nasional di Indonesia, yang disediakan pemerintah bagi masyarakat untuk tujuan ilmu pengetahuan pendidikan kebudayaan, rekreasi dan kepariwisataan. Di dalamnya banyak terdalam flora dan fauna yang jenisnya beraneka ragam dari berbagai kelas.
Daerah taman nasional di bagi menjadi 3 zona. Zona pertama sebagai pariwisata, zona kedua merupakan zona penelitian dan zona yang ke tiga adalah zona lindung. Zona pertama, masyarakat dapat memanfaatkan sebagai sarana pariwisata sekaligus tempat penelitian bagi para pelajar.zona kedua tertutup bagi masyarakat namun ada beberapa peneliti yang khusus melakukan penelitian, observasi di zona tersebut. Zona ketiga merupakan hutan lindung yang daerah tersebut terlarang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan pencarian dan pengambilan kayu atau hasil hutan lainnya.
Di daerah Hutan Nasional Baluran, terdapat beberapa sumur minum yang khusus disediakan untuk fauna khususnya Banteng yang menjadi primadona Taman Nasional Baluran. Ada satu daerah yang setiap tahun baik musim hujan dan kemarau tetap subur, daerah tersebut adalah Green Forest atau Hutan Hujan. Fenomena ini terjadi karena daerah tersebut tercukupi sumber cadangan airnya. Sejauh lokasi kami melakukan observasi, cadangan air tercukupi terbukti dengan banyaknya tumbuhan hijau yang kami jumpai. Di daerah hutan bakau terdapat spesies tumbuhan yang diklaim oleh Internasional sebagai salah satu pohon Pidadak terbesar lingkar diameternya di dunia.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu tempat untuk melindungi dan mengembangkan flora maupun fauna yang hampir punah. Terletak di ujung timur Pulau Jawa tepatnya di wilayah Banyuwangi, taman nasional ini memliki fauna yang menjadi icon yaitu Banteng. Selain Banteng masih banyak hewan-hewan darat dan laut yang terdapat di taman nasional ini. Taman nasional yang memiliki luas + 25.000 ha ini juga menjadi salah satu objek wisata dan penelitian bagi masyarakat yang berkepentingan seperti pelajar. Banyak hal yang dapat di lakukan oleh para peneliti di taman nasional ini seperti penelitian Hutan Lindung, daerah savana dan masih banyak lagi yang lainnya.
Banyak flora dan fauna yang terdapat di Taman Nasional Baluran, dengan diadakannya penelitian ini, kami dapat mengetahui dan dapat membedakan flora dan fauna yang sebelumnya tidak kami ketahui berdasarkan jenis dan kelasnya.
4.2. Kritik dan Saran
Kritik dan saran kami terhadap pengelola Taman Nasional Baluran adalah sebagai berikut :
1. Harapan kami, para pengelola Taman Nasional Baluran dapat bekerja secara profesional dan penuh tanggung jawab dalam melakukan tugasnya. Sehingga apabila ada pengunjung yang datang mereka dapat mengetahui tujuan didirikannya Taman Nasional Baluran tersebut. Untuk fasilitasnya kami berharap perlu ada peningkatan.
2. Saran kami yaitu perlu ditingkatkannya pelestarian flora, fauna dan lingkungannya yang ada di Taman Nasional Baluran. Sehingga dapat menarik minat pengunjung dan dapat menjadi wisata andalan Jawa Timur.